Bukan Kisah yang Terlalu Penting (Dwitasari)
Aku masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya aku
akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku
bisa. Tapi, kautahu, aku adalah wanita paling tidak kuat menahan
kesedihan. Kamu mendengar ceritaku tentang pria itu kan? Aku selalu
bercerita padamu tentang dia. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa
kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu
meneguhkan langkahku.
Kamu tentu tahu seberapa dalam perasaanku padanya dan betapa aku takut
perbedaan aku dan dia menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan
perpisahan selama ini, tapi ternyata hal yang begitu tak ingin
kupikirkan pada akhirnya terpaksa masuk otakku. Aku dan dia tak lagi
seperti dulu. Sapaannya tak lagi sehangat dulu, senyumnya tak lagi
semanis dulu, dan tawanya tak lagi serenyah dulu. Aku tak tahu perubahan
macam apa yang membuat sosok pria itu begitu berbeda.
Dari semua sikapku, tak mungkin kautak tahu aku punya perasaan lebih
padanya. Dari semua ceritaku, tak mungkin kautak paham bahwa aku mulai
jatuh cinta padanya. Aku terlalu banyak diam dan memendam, mungkin di
situlah kesalahanku. Terlalu egois mengatakan dan terlalu takut
mengungkapkan. Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa dan tak bisa
mengkambinghitamkan siapa pun. Bukankah dalam cinta tak pernah ada yang
salah?
Mengetahui kenyataan yang mencekam seperti itu, aku jadi malas tersenyum
dan berbicara banyak tentang perasaanku pada orang lain. Aku malah
semakin belajar untuk menutup rapat-rapat mulutku pada setiap perasaan
yang minta diledakkan lewat curhat-curhat kecil.
Berbahagialah kamu bersama pria itu, pria yang selalu kubawa dalam
cerita-ceritaku. Pria yang bagiku terlalu tinggi untuk kugapai dan
terlalu misterius untuk kumengerti jalan pikirannya. Setiap melihatmu
dengan pria itu, aku berusaha meyakinkan diriku; bahwa aku juga harus
ikut berbahagia melihatmu dengannya. Sejatinya, cinta adalah ikhlas
melihat orang yang kucintai bahagia meskipun ia tak pernah menjadikanku
pilhan satu-satunya.
Tenanglah, aku sudah mulai melupakannya. Sudah ada seorang pria baru,
yang tak begitu kucintai, tapi kehadirannya bisa sedikit mengundang
senyum di bibirku. Aku tak tahu, apakah perasaanku pada pria baru itu
adalah cinta. Aku tak berusaha memahami, apakah hubungan yang kami
jalani selama ini adalah ketertarikan sesaat atau hanya sarana untuk
menyembuhkan luka hatiku? Kami tertawa bersama, menghabiskan waktu
berdua, tapi segalanya terasa biasa saja. Tak ada ledakkan yang begitu
menyenangkan ketika aku bertatap mata dengannya.
Pria yang selalu kuceritakan padamu, yang kini telah menjadi kekasihmu, selalu berbentuk gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang memang harus kuketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.
Pria yang selalu kuceritakan padamu, yang kini telah menjadi kekasihmu, selalu berbentuk gumpalan bayang-bayang di otakku. Semakin aku berusaha melawan, semakin aku tak bisa menerima bahwa segalanya tak lagi sama. Aku tak ingin ingatanku dan perasaanku yang dulu begitu besar pada masa lalu menjadi penyiksa untuk pria baru yang ingin membahagiakanku kelak. Aku hanya berusaha mengerti yang terjadi dan berusaha pasrah dengan kenyataan yang memang harus kuketahui. Aku tak ingin dibohongi oleh kesemuan yang membahagiakan, lebih baik kenyataan yang memuakan tapi penuh kejelasan.
Aku mohon, jagalah pria itu dengan susah payah, dengan sekuat tenagamu.
Aku ingin kebahagiaannya terjamin olehmu. Aku ingin dia bahagia
bersamamu. Di sini, aku tak bisa berbuat banyak, selain membantu dalam
doa.
Aku tak sempat membuat dia tersenyum. Tolong, inilah permintaanku yang
terakhir, setelah ini aku tak akan mengganggumu; bahagiakan dia, buatlah
dia terus tersanyum, dan biarkan saja dia tak tahu ada seseorang yang
terluka diam-diam di sini.
Source : Dwitasarii.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar