Mungkin, aku yang terlalu berharap - Dwitasari :)
Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang
bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti
mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun.
Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara.
Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah
jika kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku.
Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan
mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak
merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku,
karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku
seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan
kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku
siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah
bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung
mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi
kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan
membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau
hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku
hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kau tinggalkan?
Apakah aku tak
berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut
aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bosa bicara banyak, juga tak
ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak
berbicara tentang cinta, jika kau terus tulikan telinga. Aku tak mungkin
bisa berkata rindu, jika berkali-kali kauciptakan jarak yang semakin
jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam
percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu
selalu lukai hatimu? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan
mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak
pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu
mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.
Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kau letakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh
dari harapku selama ini. mungkin, memang aku yang terlalu berharap
terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari
letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh.
Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu
memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya
kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak
sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin
dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak
kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya,
yang berkata sayang dengan gampangnya.
dari seseorang
yang kehabisan cara
membuktikan
rasa cintanya
Source : Dwitasarii.blogspot.com